Kamis, 24 April 2008

UAN oh UAN

Sabtu minggu lalu, tanggal 19 April 2008, anak-anak melaksanakan doa bersama. Sebelum acara berlangsung, beberapa anak sudah ke ruang guru untuk meminta doa restu. Jadi haru juga sebenarnya, mengingat sebentar lagi mereka kan menempuh ujian. Lupa sudah dengan kenakalan mereka pada hari-hari lain. Lupa sudah kalau sebelumnya saya sudah berjanji untuk tidak mau salaman sama mereka. Nyatanya saya luluh juga, haru juga. Ah, saya memang tidak pernah bisa benci sama mereka, apapun yang mereka lakukan. Nggak salah kalau dulu waktu ngajar kelas satu, saya bilang, “I will always love you, no matter what you do.” Saya bukan sedang ngegombal, saya Cuma pengen mereka tahu kalau saya sayang sama mereka. Jadi, saya minta mereka sayang sama saya juga, dong. Dalam konteks jangan suka nakal kalau pas pelajaran saya. Ini bentuk persuasif saya, karena saya nggak bisa marah-marah seperti beberapa rekan guru yang ‘jago’ marah.
Ujian Akhir Nasional yang beberapa hari lagi akan mereka tempuh memang benar-benar sebuah ‘ujian’. Gimana enggak? Tahun ini ujian yang dulunya Cuma 3 mapel, jadi 6 mapel. Tambahan yang mengerikan adalah untuk anak jurusan Ilmu Alam. Mereka harus mengerjakan Fisika, Kima dan Biologi sebagai tambahan. Apa nggak mengerikan? Anak Ilmu Sosial sebenarnya nggak kalah mengerikan juga. Mereka harus mengerjakan Matematika, Sosiologi dan Geografi. Dua yang belakang mungkin tidak terlalu masalah. Tapi yang pertama, wah mengerikan sekali buat mereka. Anak IS itu biasanya melarikan diri dari IS karena mereka menghindari Matematika yang diujikan sebagai Mapel UAN di IA. Eh, malah tahun ini Matematika dijadikan mapel UAN di IS.
Nggak ngerti apa sebenarnya maunya Pemerintah dengan segala macam UAN ini. Wong nyatanya Cuma bikin semua orang bingung dan panik. Ya gurunya, ya muridnya, ya orang tua muridnya. Semua orang repot. Alhasil, malah ada aturan aneh yang Cuma bikin siswa jadi anak-anak nggak jujur dengan saling bekerja sama atau menyontek dalam UAN. Masak ada aturan untuk pengawas UAN, dilarang berjalan-jalan diantara siswa ataupun duduk di sebelah siswa. Apa nggak lucu? Siapapun pasti langsung paham bahwa aturan ini dibuat supaya anak-anak bisa dengan mudah berbuat ‘tidak jujur’. Mungkin Pemerintah justru ingin mencetak koruptor-koruptor baru yang brilian demi mempertahankan popularitas sebagai negeri paling korup? Entahlah....
Mestinya kita bertanya, mau kemana pendidikan Indonesia? Karena nggak jelas sama sekali.

Sabtu, 19 April 2008

JANGAN SEKOLAH KALAU NGGAK PUNYA UANG

Sebagai orang Indonesia, banyak yang nggak boleh (nggak bisa) kita lakukan kalau nggak punya uang. Nggak Cuma urusan sekolah saja. Banyak’ jangan’ yang lain. ’Jangan sakit kalau nggak punya uang’, karena biaya rumah sakit malah bikin langsung sekarat. Terakhir malah ’jangan buang air di tempat umum kalau nggak punya uang’. Lha gimana, setiap tempat umum ada kotak uangnya di depan kamar mandinya. Pemerintah aja yang nggak becus ngurus warganya, sampai kamar mandi umum aja di’pajakin’. Payah..

Sebenarnya saya Cuma mau ngomongin tentang murid saya yang nggak bisa bayar SPP. Ceritanya, kata teman saya yang Pembina Pramuka, dia itu ketua Pramuka yang aktif dan bertanggung jawab sekali menjalankan tugasnya di Pramuka. Ibarat kata, tanpa dia Pramuka di sekolah ini bakal morat marit. Suatu ketika dia minta ijin ikut RAIMUNA. Eh, sama Waka urusan siswa yang dimintai ijin malah dia dimarah-marahin, karena dia belum beres urusan SPPnya. Walah, kok bisa? Apa hubungannya? Saya heran. Ternyata untuk ikut RAIMUNA itu diharap si anak bayar 50% dari semua biayanya yang dikeluarkan. Lha anak ini kan nggak mungkin bisa ikut bayar, wong duit SPP saja dia nunggak. Saya jadi pengen tahu, berapa lama dia nggak bayar SPP? Ternyata di kelas satu saja ada tiga bulan yang belum dibayar. Kelas dua ini malah dia belum bayar sama sekali. Waduh! Katanya dulu di kelas satu itu dia pernah dapat beasiswa, tapi terus berhenti entah kenapa.

Kasihan sekali, padahal anak ini selain aktif juga pintar. Kelas satu dulu dia murid saya. Nilainya lumayan. Sekarang dia masuk IA, kelasnya anak yang pinter karena kalau nggak pinter dia nggak mungkin bisa masuk IA. Meski di IS bukan berarti nggak ada anak pintar.

Cerita lain, ada anak yang sampai bilang sama teman saya ini (secara dulu di kelas satunya anak walinya dia), kalau dia mau deh dijadiin pembantu, atau buruh cuci setrika, supaya dia bisa dapet uang buat bayar SPP. Sebenarnya saya pengen banget bantu, tapi saya lagi nggak butuh pembantu. Pembantu di rumah sudah ada, dan urusan cuci baju saya dan anak-anak dihandle suami saya, setrikaan saya yang urus. Kalau pakai tukang cuci setrika jangan-jangan kami malah tambah gendut karena kurang aktivitas. Halah! Maksud saya, mending kalau ada rejeki saya bantu dia aja, nggak perlu dia jadi pembantu di rumah saya segala. Nerima orang jadi pembantu kan juga nggak sesederhana itu. Agak ribet urusannya.

Tadi pas rapat, ada informasi juga mengenai ini. Kata ’yang terhormat’ Waka Siswa tadi, uang beasiswa dari PEMKOT Semarang memang dikurangi. Sekolah ini yang dulu dapet kuota untuk 265 siswa, tahun ini Cuma dapet 150 siswa. Lha yang 115 siswa silakan cari sendiri, ngemis atau ngamen dimana kek... hehe. Kok jadi sarkasme gini. Lha wis, jengkel sekali, masak kuota itu dikurangi karena katanya Pemkot Semarang mau mengalokasikan dananya ke Karang Taruna dan RT RW. Walah!

Yah... akhirnya saya Cuma bisa bilang, ’jangan sekolah kalau nggak punya uang’.

Btw, saya jadi pengen bikin menggalang dana untuk anak-anak yang kurang mampu gini...ada yang minat untuk beramal?

Kamis, 28 Februari 2008

SINETRON

(LANJUTAN CHANGE PARTNER)

Ini cerita tentang gimana anak-anak pas maju setelah mereka saya suruh untuk membuat pasangan cowok-cewek dan membuat dialog dengan materi ‘expression of love and hate’. Kegiatan selanjutnya adalah, mereka saya suruh menghapal dialog yang mereka bikin dan maju ke depan. Karena bulannya Pebruari, saya berikan coklat kepada mereka yang jadi penampil terbaik.

Wuih, ternyata anak-anak dari kelas XI IS 3 ‘gila banget’. Kebetulan kelas ini yang pertama saya suruh maju. Tadinya waktu mereka sedang menghapal, ada yang protes. Yulianto bilang, “bu, ngapain sih kok pakai acara gini segala”?

“Lha kan memang materinya ‘love and hate’, so what?” kata saya.

“ Saya nggak bisa berekspresi dengan dialog yang begini, bu, “ kata dia lagi.

” Ya, kamu harus mengeluarkan sisi romantis kamu,” kata saya sok tahu.

Lalu mereka saya suruh maju satu per satu. Tidak mudah membuat mereka langsung maju begitu dipanggil. Biasanya masih minta waktu untuk menghapal sekali lagi. Mereka memang payah. Waktu saya suruh mengambil dialog di meja saya, tidak ada yang mengambil. Walhasil dialog memang baru saya bagi sebelum mereka saya suruh maju. Maksud saya kalau mereka mau ambil dialog itu di meja saya kan mereka bisa punya banyak waktu untuk menghapal.

Tiba saatnya mereka saya panggil ke depan. Awalnya tidak ada yang istimewa. Lalu sampai pada Gilang dan Yuli Supriyanti. Gilang yang gagah ganteng memilih berpasangan dengan Yuli yang gendut, item dan sama sekali nggak cantik. Yuli ini juga pendiam, mungkin ada rasa minder gitu. Tapi teman-temannya sayang pada dia karena dia baik hati.

Waktu mereka maju, saya kira mereka akan biasa-biasa saja. Karena awal-awalnya juga Cuma si Gilang yang yakin sekali dengan dialog yang dia bawakan. Yuli agak ragu-ragu karna nggak hapal. Tiba-tiba di akhir dialog, Gilang menarik kedua tangan Yuli. Sontak anak-anak riuh rendah. Gilang sama sekali tidak malu, meski Yuli jadi diam dan memandang saya. Sayangnya Yuli tidak bisa mengimbangi Gilang yang cukup lancar dengan dialognya. Toh sebenarnya saya sudah berencana memberikan mereka coklat kalau saja tidak ada Yulianto yang lebih ’gila’ lagi.

Ratih, pasangan Yulianto, yang sudah maju duluan pasang tampang jutek di depan, sementara Yulianto mendekati meja guru dan meraih bunga dari vasnya yang ada di meja guru. Lalu mereka melakukan dialog tentang pasangan yang awalnya saling marah, melalui sedikit rayuan (gombalan), akhirnya berbaikan lagi. Di akhir dialog Yulianto berlutut dan memberikan bunga yang selama dialog dia sembunyikan di balik punggungnya.

Semua tertawa senang, saya juga kagum mereka punya ide seperti itu. Dan ternyata, penampilan Gilang- Yuli dan Yulianto-Ratih memang penampilan ter’gila’ yang saya temui. Di kelas-kelas lain, tidak ada yang se-istimewa mereka. Saya masih terkenang bagaimana Gilang dengan mantap memegang tangan Yuli. Serasa seperti sinetron-sinetron sekarang yang menceritakan si jelek bisa dijatuhi cinta oleh si ganteng atau si cantik. Si miskin bersanding dengan si kaya. Juga romantisme Yulianto yang ’sinetron banget’. Toh ini menunjukkan mereka mulai berani berekspresi. Dan saya mengagumi mereka, anak-anak yang dicap sebagai anak-anak nakal dan bodoh Cuma karena mereka masuk di jurusan Ilmu Sosial. Mereka sebenarnya anak-anak hebat.

Sabtu, 16 Februari 2008

MARAH PADA PEMBUAT TEMPE GORENG

Beberapa waktu lalu kantor saya, SMA 9, mengundang sorang motivator. Waktu saya dapat undangannya, saya langsung senang. Terbayang saya akan dapat banyak jawaban dari banyak pertanyaan dalam hidup saya.

Sayangnya, pas harinya saya datang terlambat. Saya harus mengantar anak saya dulu yang masih TK piknik ke pantai. Sialnya, dalam perjalanan pulang, yang harusnya kalau lancar saya tidak terlalu terlambat untuk mengikuti ceramah tersebut, mikrolet yang kami carter malah mogok segala. Alhasil saya datang pas ceramah sudah jalan agak lama. Kata ibu, yang juga guru di SMA itu juga dan ikut dari awal, materinya bagus banget. Yah, anyway saya masih bersyukur karena masih dapat sedikit. Dan ternyata yang sedikit itu sangat membekas di hati saya sampai sekarang sehingga benar-benar mengubah total cara pandang saya.

Yang saya dapat dari ceramah itu, pertama, semacam pembenaran atas apa yang selama ini saya lakukan, yaitu untuk menahan marah. Saya kira dapat petuah apapun, yang namanya marah itu tidak perlu. Saya sudah pernah membaca bahwa marah itu sama saja melepas energi positif. Dan itu jelas tidak baik, kan? Lebih baik meraih energi positif dengan memaafkan orang daripada harus melepaskan energi positif dan justru orang lain yang mendapat energi positif dari kita. Ada beberapa hadist juga yang menyebutkan bahwa marah itu tidak baik.

Masalahnya, pendapat saya ini bertentangan dengan ibu. Menurut beliau, kalau tidak marah nggak lega. Yah, namanya orang kan beda-beda. Kami jalankan apa yang kami yakini benar dan enak buat kita aja. Ibu saya lebih suka meluapkan amarah, saya lebih suka menahannya, ya nggak apa-apa. Ternyata setelah hari itu ibu jadi tahu bahwa pandangan saya selama inilah yang benar. Sepertinya setelah itu beliau mulai belajar untuk memaafkan dan menahan marah daripada mengeluarkannya.

Pandangan lain yang benar-benar merubah total cara pandang saya selama ini adalah analogi yang diberikan pak Bambang, nama motivator tersebut, analogi mengenai pembuat tempe goreng. Ini diberikan dalam konteks memberikan maaf pada orang lain.

Dia bilang,

”Kalau pembantu kita membuat tempe goreng, siapa yang kita marahi? Pembantu kita, atau tempe gorengnya?”

”Ya jelas pembantu kita, dong.”

Sampai di sini saya belum tahu kemana dia akan membawa kami. Saya terhenyak ketika kemudian dia bilang,

”Kalau ada orang yang membuat anda jengkel lalu marah, sementara orang itu adalah ciptaan Tuhan, siapa yang ada marahi sebenarnya?”

Iya, ya. Saya baru sadar, inilah analogi yang pas untuk menghalangi kita dengan mudah menghakimi orang lain. Saya jadi ingat waktu saya curhat ke teman saya ketika ada yang menyindir masa lalu saya. Saya bilang, ”Bu, kalau bisa milih, saya pasti juga milih untuk memiliki masa lalu yang baik-baik saja, seperti ibu itu (yang menyinidir saya). Tapi inilah jalan yang diberikan Allah untuk saya. Saya harus terima dengan ikhlas.”

Akhirnya, pada dasarnya sebagai manusia kita memang tidak bisa lepas dari pikiran bahwa semua jalan ini sudah ada yang mengatur from the very beginning. Mungkin jalan saya juga sudah tercatat dengan detil sejak saya ceprot lahir ke dunia. Yang harus saya lakukan adalah berbuat yang terbaik dalam kerangka mencari ridlo Allah.

Sejak mendapat ceramah itu, saya tidak bisa lagi jengkel sama orang tanpa mengingat bahwa dibalik semua yang menjengkelkan itu ada Sang Pembuat yang memang menciptakan orang seperti itu on a purpose. Kalau ada teman yang menjengkelkan karena sombong dan selalu mau menang sendiri, saya yang awalnya jengkel akhirnya tidak jadi karena tahu memang itulah yang dimaksudkan Sang Pembuat. Kalau ada teman yang suka menjelek-jelekkan Mrs X padahal akhirnya dia sendiri menjilat pada Mrs X, saya juga tidak bisa terlalu jengkel lagi. Kalau ada murid yang sampai bikin eneg saking nakalnya, saya Cuma bisa bilang, ”Subhanallah”. Diberi hidup sekali di dunia saja kok harus menjalani jadi orangyang nggak bener dan jadi musuh orang banyak (lha semua guru jengkel setengah mati sama dia)

Meski analogi yang hebat tentang pembuat tempe goreng tadi begitu dalam menusuk hati saya hingga saya tidak mudah lupa pada Sang Pembuat, toh ternyata ceramah yang mengubah cara pandang saya secara total itu tidak terlalu berarti buat sementara teman. Beberapa waktu setelahnya, di ruang guru ada yang bilang,

”Yah itu kan pak Bambang (si motivator tersebut), gampang buat dia bicara seperti itu. Tapi kan buat kita nggak mudah ngelakuinnya. Memangnya semua orang disuruh seperti dia? Ya nggak bisa.”

Wah, kalau saya sih, bukannya ”itu kan dia, dia bisa. Saya sih nggak bisa” tapi saya balik ”kalau dia bisa kenapa saya enggak?” Gitu aja.

Toh orang nggak selalu sama. Balik lagi, Sang Pembuat memang maunya begitu....

Sesungguhnya, keadaanNya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya : ”Jadilah!” maka terjadilah ia.(QS.Yassin:82)

Selasa, 12 Februari 2008

CHANGE PARTNER

Ada kalanya ganti pasangan itu penting. Saya bukan sedang membicarakan masalah pasangan hidup, karena dengan pasangan hidup, kita sudah kontrak mati. Atau setidaknya, dalam agama saya, kita harus commit sampai ada sesuatu yang cukup beralasan untuk memisahkan kita dengan pasangan hidup.

Saya sedang membicarakan murid-murid saya tadi pagi di kelas XI (dua SMA) IS3. Anak-anak masih pada lemes karena perjalanan ke Bali yang melelahkan (mereka pulang Senin lalu). Pe-er bahasa Inggris tidak dikerjakan karena mereka memang berangkat Kamis pagi, pe-er saya berikan hari Rabu-nya. Mana sempat mikir bikin pe-er kalau mau pergi ke Bali. Bali..gitu, loh! Pasti mereka excited banget. Jadi satu kelas tidak ada yang sadar ada pe-er apalagi bikin.

Apa saya harus marah, wow tidak, lah. Buat apa. Saya tidak suka marah. Apalagi saat ini hati saya lagi senang terus jadi saya lagi pengen senyum dan tidak terpikir untuk marah. Materi saya bahas dulu, tentang ”expression of hate and love”. Dialog di LKS saya suruh mereka baca, pertanyaan saya tanyakan.

Next, ini yang penting. Tiba-tiba saya terpikir untuk ngerjain mereka sedikit. Setahu saya mereka sudah duduk dengan teman sebangku yang itu-itu saja sejak naik kelas dua kemarin. Padahal harusnya mereka mulai bergabung, ganti teman, untuk saling mengenal dan menyesuaikan diri.

Maka mereka saya suruh berdiri. Beberapa diantara mereka langsung tanya, agak protes, ” What for, ma’am?” Buat apa , bu? Wah, itu otoritas saya, dong. Saya suruh mereka berganti pasangan. Karena materinya saja ”Love and hate” kayaknya lebih seru kalau mereka berpasangan cowok-cewek. Di IS komposisi anak tidak seimbang, sehingga pasti ada cewek yang tidak kebagian pasangan cowok. Untuk cewek yang tersisa ini saya minta tetap ganti teman, tidak boleh teman sebangku mereka selama ini. Lalu saya suruh mereka membuat dialog berdasarkan ekspresi-ekspresi yang sudah diberikan.

Saya kira mereka harus juga keluar dari zona nyaman. Berganti teman sebangku jelas bukan hal yang mudah. Ada yang cemberut dan pengen protes karena saya suruh pindah duduk tapi tidak bisa apa-apa. Mereka tahu, kalau saya sudah punya mau, tidak perlu membantah lagi. Akhirnya mereka patuh saja.

Then I saw what happened. Sebuah pemandangan yang menyenangkan melihat mereka asyik dengan pasangan barunya. Yang berpasangan cowok dengan cewek tampak lebih asyik. Hebatnya ada yang jadi bersemangat hingga hanya dalam waktu 15 menit mereka sudah selesai membuat dialog dan bertanya apakah boleh langsung ’perform’ di depan kelas. Jelas saya bolehkan, ini kan a good sign.

Jadi saya kira benar kalau dibilang negosiasi antar cross gender itu akan lebih berhasil dari pada yang tidak. Perbincangan antara relasi laki-laki dan perempuan akan lebih berhasil daripada laki-laki dengan laki atau perempuan dengan perempuan.

Tapi bukan berarti candaan saya sama Pak Hari, guru Matematika saya yang sekarang teman saya, tentang ganti pasangan harus dibuktikan. Pak Hari Cuma punya satu anak, laki-laki, yang sekarang sudah kuliah. Saya selalu meledek kalau beliau tidak mampu. Pak Hari mengiyakan saja. Saya bilang,

” Wah pak, kalau istrinya ganti kira-kira mampu nggak, pak?” saya bercanda.

”Ya nggak tahu, mungkin harus dibuktikan dulu, ” katanya.

Saya yakin beliau bercanda juga karena saya tahu pasti beliau suami yang setia.

Minggu, 27 Januari 2008

PAK ARI HOMO

Pernah ada saudara yang bilang kalau Thomas Djorghi itu homo. Dengan ekstrim, dia mengutip kata-kata kakaknya yang tinggal di Jakarta, tempat asal muasal segala gosip selebritis,

” Mbok kamu telanjang di depannya (Thomas Djorghi, maksudnya), nggak bakalan dia tergerak, ”

Begitu kata kakak saudaraku pada saudaraku itu.

Wah kalau urusan telanjang, kukira nggak bisa dibuat ukuran. Itu kan relatif sekali. Meski tinggi, putih dan langsing, kukira tidak semua laki-laki normal akan terangsang melihat saudaraku itu telanjang. Kan selera orang lain-lain. Tapi yang jelas dia belum bisa digunakan buat ngukur apakah seorang laki-laki itu homo atau bukan. Menurutku dia kurang seksi dan kurang cantik. Jadi ya, jangan keburu nuduh Thomas homo kalau nggak terangsang lihat saudaraku itu telanjang. Wong memang saudaraku itu tidak terlalu merangsang.

Tahun lalu waktu aku mengajar anak kelas satu, ada yang bilang begini,

” Ma’am, pak Ari tu homo lho ma’am, ”

“ Alah, kamu ngegosip, aja,” kataku. Sebenarnya dalam hati aku sudah deg-degan.

Wah gosip baru nih, kataku dalam hati.

” Eh iya, lho ma’am. Dia paling suka sama Rahmat ma Gana, ”

Wah bukannya seneng dapet gosip hot aku malah jadi pengen ngakak. GELI. Anak-anak kalau bikin gosip memang enggak pakai mikir. Gimana nggak? Sebagai perempuan aku juga tahu lelaki seperti apa yang pantas digemesin meski level mereka masih ABG. Nah, dikata sex appeal, Rahmat ma Gana tu sex appealnya nggak terlalu menarik. Susah buat bikin orang bisa naksir mereka.

Rahmat yang tinggi kurus, item, keriting, mata sipit, bibir tebal (maaf banget ya Mat) dari segi fisik jelas tidak terlalu menarik. Dari sisi yang lain, bisa saja menarik, karena dia ternyata anak yang ramah dan punya rasa tanggung jawab tinggi. Nah, buat naksir dia, harus kenal lama dulu baru bisa tahu kelebihannya. Tapi buat digemesin? Nggak lah.

Gana? Tinggi, kurus, nggak seitem Rahmat tapi juga nggak ganteng amat (Sorry juga Gana). Dari segi kepribadian aku lebih suka Rahmat yang tegas dan penuh tanggung jawab. Lagian Gana suka nyontek. Ini pertanda buruk. Mending Rahmat yang sekarang jadi penuh usaha belajar. Gana lebih suka mengandalkan Rully, yang duduk si sebelahnya, yang memang lebih pintar.

Pak Ari homo? Aku jadi ingat jaman aku kuliah dulu. Aku punya teman dekat,cewek, yang ke mana-mana selalu berdua denganku. Lha gimana, mata kuliah yang kami ambil sama semua. Kalaupun dia ambil mata kuliah lebih banyak karena dia lebih pintar, itu juga dipakai untuk mengulang. Ada adik kelas yang mengatai kebersamaan kami dengan,

”Lesbi,”

Sialnya memang waktu itu kami tergabung dalam KRPS (Kelompok Rak Payu Sastra), alias kelompok buat jomblowan/jomblowati sejati dari Sastra Inggris. Mungkin anak itu pikir, daripada kami nyari cowok nggak dapet-dapet, mending kami saling suka aja. Kebetulan juga Reni putih bersih dan manis, aku sendiri item manis dan seksi (dulu). Mungkin bisa membuat kami saling tertarik satu sama lain.

Aku sebenrnya sebel banget sampai suatu ketika aku malah mimpi jatuh cinta pada Reni, temanku itu. Waktu aku bilang ke Reni bukannya marah atau ketawa karena mengganggap itu lucu dan nggak mungkin, dia malah bilang,

” Kan kata Sigmeund Freud dalam diri setiap orang memang ada potensi untuk suka sejenis, Wes,”

Walah, kok jadi serius gini. Dia memang mengambil mata kuliah pilihan Pengantar Psikologi. Tapi kan aku juga. Tapi kok aku belum pernah denger, ya? Ah, paling karena dia lebih rajin baca referensi hasil pinjeman dari Perpustakaan Wilayah. Tapi sejak itu kata-katanya tak pernah hilang dari ingatanku.

Menyukai sejenis? Lesbi? Apakah aku suka perempuan padahal aku sendiri perempuan? Wah, aku juga tidak bisa menjawab. Kadang aku suka juga melihat perempuan seksi pakai bikini. Tapi untuk sampai jatuh cinta dengan sesama perempuan, jelas ENGGAK BANGET. Yang paling oke yang sama suamiku sendiri. Sama lelaki lain saja aku ogah, kok malah sama perempuan. Walah! ENGGAK DEH.

Jadi, masalah apakah pak Ari homo, aku tidak bisa menjawab, sama tak bisanya kalau aku ditanya apakah aku lesbi atau bukan. Sialnya pak Ari memang masih singel sampai sekarang. Jadi orang dengan bebas memikirkan yang neko-neko. Aku sendiri. Orang pasti enggak mungkin tanya. Aku punya suami, punya anak. Masak mau digosipin kalau aku lesbi? Ya, kecuali orang itu memang lagi kekurangan bahan. Toh bukan berarti aku bisa meyakinkan mereka aku murni pencinta laki-laki, bukan?

Dan lagi pertanyaan diatas jelas tidak mungkin bisa dijawab hanya dengan bukti pak Ari suka sama Rahmat dan Gana. Karena seandainya aku jadi lesbipun aku pasti akan milih perempuan yang cantik, seksi dan wangi. Bukan yang dibawah standard apalagi bau. Huak kakkak.....

Jangan ngomongin orang kalau kita belum tahu diri kita sendiri.

Jangan-jangan kita malah lebih busuk dari orang yang kita omongin

Kamis, 24 Januari 2008

B E R U B A H !

Hidup memang tak pernah berhenti berubah. Bahwa dalam hidup ada yang tak berubah, itu adalah perubahan itu sendiri. Pada kenyataannya, mengalami perubahan adalah satu hal yang menyenangkan. Meski terkadang awalnya sangat menakutkan, tapi akhirnya ketika sudah mulai terbiasa dengan perubahan itu, semua menjadi membahagiakan.

Pada suatu ketika, selama dua tahun di SMA, aku pernah mencintai seseorang dengan sangat. Kurasa dia juga sebaliknya. Hal yang sangat kutakutkan adalah perubahan. Apa jadinya kalau aku sampai berpisah dengan dia? Ketika lulus SMA semua yang kutakutkan terjadi, aku limbung. Labil.

Toh semua itu tak lama. Banyak hikmah yang bisa kuambil. Setidaknya aku tahu Allah telah menentukan jalan lain buatku. Jalan yang terbaik. Tidak ada lagi alasan untuk menyesali hal yang sudah seharusnya terjadi. Di kehidupan selanjutnya pun aku terus menemui perubahan-perubahan. Bertambah gendut dari waktu ke waktu, dari bertambah lima kilo, menjadi sepuluh kilo, dua puluh kilo. Mungkin adalah hal yang mengerikan kalau aku membayangkan bentuk tubuhku saat ini di masa aku SMA dulu. Tapi nyatanya sekarang beginilah aku.

Ternyata aku mulai bisa memaklumi kenapa banyak artis Hollywood operasi plastik untuk menghalangi ketuaan. Karena aku saja kadang jengah bercermin karena tiap hari akan ada keriput berdesakan di wajahku.

Namun ternyata menjadi tua tak selalu menakutkan. Dengan semua ilmu yang aku miliki sekarang, kesabaran, kematangan berpikir, rasanya aku tak menyesal menjadi tua. Aku merasa lebih bahagia saat ini. Lebih tenang, lebih sabar dan bijaksana. Tidak lagi gegabah dan labil seperti masa SMA dulu. Jadi, apa salahnya menjadi tua?

By the way, di tempat kerjaku, sebagai guru aku menjadi saksi atas terjadinya begitu banyak perubahan. Sitqom yang dulu latah, sekarang sudah menjadi gadis manis yang tabah dan percaya diri. Vian yang suka meringis kalau guru sedang menerangkan, sudah mulai menjadi anak yang lebih serius. Taufik yang dulu seperti lesu darah, hidup segan mati tak mau, sekarang sudah lebih bersemangat. Ini cukup membanggakan karena dalam pelajaranku, bahasa Inggris, dia sudah mulai perhatian.

Lebih banyak lagi, Tri Nendra semakin semangat belajar bahasa Inggris. Semester kemarin aku menemukan Andre dan Firman yang ternyata bisa ”gila” kalau disuruh berekspresi, semester ini aku melihat Intani yang tambah antusias mengerjakan soal dan sepertinya dia mulai banyak paham sekarang,

Begitu banyak perubahan yang aku temui. Mungkin halaman ini saja tidak akan muat. Dari hari ke hari aku bertemu perubahan. Aku yakin sampai nanti aku akan terus menemui perubahan-perubahan yang membanggakan, hingga akhirnya perubahan yang tak lagi kuikuti akan membawa mereka datang padaku dan menunjukkan padaku mereka sudah jadi ’orang’. Aku tahu, itulah saat yang paling mengharukan dalam hidupku.

Disinilah aku, sebagai saksi atas perubahan seekor itik buruk rupa menjadi angsa yang tampan luar biasa. Dan akupun terus berubah seiring perubahan-perubahan yang kusaksikan.